Selasa, 15 Oktober 2013

JOGJA I'M IN LOVE ( PART 2 )



Lanjutan ceritaku  selama dolanan di Jogja, monggo silakan…


Jam menunjukkan pukul 18.40, kami masih berada di area wisata Candi Prambanan. Setelah shalat maghrib dan makan kami bersiap melanjutkan perjalanan menuju Malioboro.

“ Yuk berangkat, udah mulai rame tuh di jalan, nanti kita keluarnya susah. “ ajak Om Husen.
“ tar dulu Om, pop mie Uci belum abis.. “ kata Uci sambil sibuk melahap pop mie.
“ udah.. sambil jalan aja juga bisa.. “ celetuk Zahra. Uci terus saja melahap pop mie miliknya.

Sepupu-sepupuku udah pada makan walaupun cuma pop mie, sedangkan aku abis shalat maghrib cuma ngopi. Sengaja aku gak makan, karena nanti pasti makan di lesehan-lesehan. Sedap !

“ Mbah gantian ya ikut mobil sini “ ujar Mbah sambil naik ke mobil yang aku tumpangi.
Bener saja apa yang dibilang Om Husen, mobil kami baru berjalan sebentar, sudah terlihat antrian kendaraan panjang menuju area luar parkir Candi Prambanan.

Hampir  kira kira 15 menit mobil kami akhirnya keluar area parkir dan sudah berada di jalan utama.
“ Malioboro deket apa jauh nih dari sini? “ tanyaku penasaran.
“ Gak terlalu jauh sih mi, cuman gak tau nih jalanan macet apa nggak. Kalo macet lumayan lama juga sampenya.” Kata Pak Cemin sambil focus memegang setirnya

Pulang ke Kotamu ada setangkup haru dalam rindu..

Masih seperti dulu, tiap sudut menyapaku bersahabat..

Penuh selaksa makna…


Dari Mp3 di Handphoneku, kuputar ulang terus lagu dari Katon Bagoskara yang berjudul Jogjakarta. Terbayang ketika aku mengenal Kota Jogja pertama kali, teringat impianku yang penasaran ingin mengunjungi Jogja. Dan Alhamdulillah, keinginan itu terwujud.

Memasuki pusat Kota Jogja, kutengok ke belakang adek dan mbah hanyut terlelap. Ayah dan Dhani (anaknya Pak Cemin)  pun demikian. Cuma aku, ibuku sama Pak Cemin (ya iyalah, dia yang nyetir) yang gak tidur. Aku asyik memperhatikan sekeliling sepanjang jalan. Ibu sibuk sama hapenya pesbukan,dan  Pak Cemin sibuk menyupir (pake diulang lagi).

Hampir selama 15 menit perjalanan, sepertinya kami mulai memasuki pusat keramaian Jogja di malam hari. Itu terbukti dengan banyaknya angkringan-angkringan ataupun warung lesehan di sepanjang jalan. Ayah yang sedari tadi sudah bangun dari tidurnya memandang ke kanan-kiri jalan yang dipenuhi orang-orang yang sedang asyik menikmati kuliner malam Jogja. Terlihat jelas ayah sepertinya sudah lapar dan tergoda dengan mereka yang sedang memanjakan perutnya di luar.

“ Wah, rame banget tuh, ada apa tuh, pecel.. gudeg.. soto.. “
“ ntar dulu ayah, ntar juga makan di Malioboro”
“ mobil depan udah sampe mana ya? Ini kemana lagi arahnya? “ tanya Pak Cemin.
“ ini masih lurus, ntar ada Tugu ke kiri, Saya masih inget ini waktu jemput  Santi juga lewat sini ” kata mbah sambil terus menatap ke depan jalan.

Terlihat jalanan mulai macet, penuh kendaraan roda empat dan roda dua. Sepertinya didominasi oleh pengunjung yang sedang plesir ke Jogja seperti kami. Tak heran, karena ini masih moment libur lebaran jadi wajar saja jika ramai seperti ini.

“ Nah, itu bukan Tugunya? “ kata Pak Cemin sambil menunjuk ke arah bangunan yang hanya ujungnya kelihatan dari kejauhan.
“ Mana? Ya itu bener, nanti itu pas lampu merah kita ke kiri.” Kata mbah
“ Bu, kamera mana bu? Jangan sampai kelewatan gak difoto nih ! Yang Ami tunggu tunggu nih, ciri khas Kota Jogja ! “ kataku penuh antusias sambil mencari letak kamera digital.
“ saya juga mau foto ah.. Dan, ntar fotoin ya tugunya ! kata Pak Cemin sambil menyerahkan kamera digital miliknya ke anaknya.
Karena macet, cukup sulit juga untuk mengambil gambar Tugu Jogja dari dekat, ingin rasanya aku turun dari mobil dan mengambil gambar sepuasnya, tapi ragu-ragu.
Terlihat dari kejauhan lampu lalu lintas di perempatan jalan menyala di warna hijau, antrian kendaraan mulai jalan. Aku sudah bersiap untuk mengambil gambar Tugu Jogja yang ada di tengah-tengah perempatan jalan tersebut, yang seakan-akan mengucapkan selamat datang di Kota Pelajar bagi para pengunjung yang terpikat akan keindahan Jogja.
Sayangnya ketika melewati Tugu tersebut lampu lalu lintas masih menyala di warna hijau sehingga mobil kami terus melaju, mau tidak mau aku harus membidik gambar dengan tepat. Dan.. ini hasilnya
Kurang Sempurna Pemirsa
Suara HP ayah berbunyi.
“ Halo To, udah sampe mana? “

Ternyata dari Le’ Wanto. Cukup lama ayah berbincang dengannya. Le’ Wanto menghubungi ayah memberi tau bahwa mobil mereka sudah parkir.

“ Wanto udah parkir, katanya penuh. Mobilnya parkir dipinggir jalan jadinya. “
“ Deket mana yah? Di Malioboro? “ tanya ibu
“ katanya di pinggir jalan sebelum Malioboro, dia juga susah parkir. Sempit terus rame“
“ Yaudah, jalan terus pak Cemin.. kita ikutin petunjuknya aja “ Kata mbah.

Karena kami nggak tau jalan ke Malioboro dan ditinggal oleh mobil yang satunya, satu satunya jalan untuk sampai ke sana adalah dengan mengikuti papan penunjuk arah. Kami juga sesekali bertanya pada warga atau pengunjung sekitar.

Lalu lintas pusat Kota Jogja benar-benar semerawut malam itu. Kemacetan kendaraan hampir tak pernah luput dari pandanganku. Belum lagi banyak mobil parkir di pinggir jalan yang mempersempit jalan.

Melewati stasiunTugu makin tak surut keramaian di Jalan, tapi belum ada tanda-tanda kami sudah sampai di Malioboro. Kami terus jalan. Banyak jalan ditutup menjadi satu arah oleh Polisi. Alhasil kami kebingungan dan lebih parahnya kami selalu melewati jalan yang sama.

Aku mulai panik dan kesal, tak kunjung sampai Malioboro sementara waktu terus berjalan hampir memasuki tengah malam. Tak henti-hentinya Ayah ataupun Mbah menghubungi yang sudah sampai duluan tapi tetap saja kami kebingungan.

Puncaknya, kamipun menyerah tak bisa ketemu mobil rombongan Le’ Wanto.

“ Udah, tadi saya nelpon Santi kita ketemu pas keluar dari Jogja aja. Rencana awal besok pulang ke Jakartnya dibatalin jadi malam ini. “
Apa? Cuma sebentar doang dong di Jogja L
“ Yaudah, ayo kita cari makan dulu, dari tadi pasti udah laper “ sambung Mbah lagi.
“ Makan dimana nih? cari lesehan aja Pak ! “ kata ayahku semangat.

Akhirnya kami gagal sampai di Malioboro. Kami malah menuntaskan rasa lapar dengan makan di Lesehan di dekat Stasiun.  Setelah itu aku tak lupa untuk membeli oleh-oleh atau souviner. Yang tak boleh ketinggalan adalah Kaos dan makanan khas Jogja, Bakpia.

cuma dapet 2 biji -___-

Sebenernya aku masih mau melanjutkan ceritanya lagi, tapi berhubung kalo diinget jadi timbul rasa nyesel lagi karena belum puas menikmati Kota Jogja waktu itu.

Yah.. semoga saja nanti ada kesempatan lagi bisa mengunjungi Jogja dan menikmati keindahannya lebih lama.

OH JOGJA, AKU TRESNO .. I’M IN LOVE WITH YOU…

0 komentar:

Posting Komentar